Kamis, 19 April 2018

Politisi Rabun Ayam

Seiring dengan tingginya tensi politik nasional akhir2 ini, semakin sering ku lihat wajah wajah kaku, wajah dengan sorot mata yang hanya mencari pembenaran bukan kebenaran. Secara kasatmata nampak jelas bahwa orang sudah tidak peduli apa yang diucapkan, tapi hanya mau melihat siapa yang mengucapkannya.

Ukuran benar atau salah menjadi relatif, bergantung pandangan politik orang yang bicara. Ibarat kata, apapun yang keluar dari ayam orang yang sikap politik nya searah, diyakini pasti telur. Sebaliknya, sekalipun telur tapi keluar dari ayam orang yang sikap politiknya berseberangan, pasti dianggap kotoran.

Sebagai contoh, dapat kita lihat perilaku dua tokoh Islam yang sama2 tua dan sama sama mantan ketua Muhammadiyah, hanya dukungan politik keduanya berseberangan ; Buya Syafi'ie Ma'arief mendukung Jokowidodo dan Pak Amien Rais pendukung Prabowo. Walau keduanya sering bicara asal njeplak atau asbun, tapi pasti dibenarkan dan dibela oleh mereka yang searah, namun pendapat keduanya pasti salah dalam pandangan pihak yang berseberangan.

Contoh lain, disebelah kiri ada Ade Armando dan seberangnya ada Rocky gerung yang sama2 ngajar di UI, keduanya sama2 nyleneh tapi dimata masing2 kubu keduanya sosok hebat. Terkadang timbul keinginan dan tanya dihati ; bagaimana jika yang dicelotehkan Rocky G itu justru keluar dari mulut Armando ? begitu juga sebaliknya, akankah memperoleh reaksi sengit dan pembelaan yang serupa ?

Karena politik, semua seperti sudah kehilangan akal sehat, fanatisme telah membelenggu dan melemahkan kemampuan berpikir. Bahkan orang yang ucapannya menabrak rambu agama, jika arah politiknya sama pasti mereka bela, dan berkilah bahwa itu masalah perspektif dari sudut pandang yang berbeda.

Sulit mencari referensi ilmiah untuk menganalisa sebab terjadinya gejala keram otak pada para pendukung tokoh2 politik dinegeri ini, tapi ucapan maupun tulisan mereka menggambarkan potret masyarakat terbelakang.

Walau pendidikannya tinggi, tapi belum membebaskan mereka dari kejumudan berpikir. Kenyataan itu selaras dengan perilaku politik mereka, sikap primordial pada masyarakat sederhana ternyata masih melekat didiri mereka.

Sikap kultus individu begitu kuat, membuat mereka sadar atau tidak telah merubah politik aliran menjadi politik perorangan. Semula idealisme pada arah dan tujuan organisasi, sekarang idealismenya bersumber pada perorangan atau tokoh.

Sehingga bagi mereka, tidak ada lagi kebenaran diluar apa yang menjadi tujuan tokoh panutannya. Kemandekan berpikir dan sikap kultus individu itu pula yang menghancurkan aqidah mereka. Tidak ada lagi orang berbicara ukhuwah Islamiyah, karena dihati mereka ukhuwah politik lebih utama.

Tulisan singkat ini, bukan merupakan jawaban terhadap berbagai isue politik. Tetapi setidaknya tulisan ini menjadi jawaban terhadap pertanyaan dari seorang teman ; Mengapa sebagai orang politik, saya jarang berbicara politik.


F a r h a n (fhn)

Kuncen Gunung Ciremai

















Tidak ada komentar:

Posting Komentar