Sabtu, 28 April 2018

Jika Kail Sejengkal Jangan Ukur Lautan

Menilai kemampuan seorang tokoh politik itu bukan perkara mudah, apa lagi jika akal pikiran kita kerap kali dipenuhi oleh segala macam prasangka dan angan angan, yang sarat oleh pikiran sakit dan sangat dipengaruhi oleh sikap dan pandangan politik. Sehingga yang terjadi adalah, pikiran kita hanya mau menerima sesuatu sebagai fakta jika berkesesuaian dengan dugaan atau pandangan kita sebelumnya, diluar itu tidak dianggap sebagai fakta.

Situasi seperti itulah yang mewarnai kehidupan bangsa kita akhir2 ini, seorang tokoh bisa dicap apa saja oleh lawan politiknya. Dimata pendukung Prabowo, sosok Jokowi adalah orang yang tidak memiliki kemampuan apa apa, tidak punya wibawa, planga plongo dan berbagai sebutan yang konotasinya merendahkan.

Yang menjadi pertanyaan adalah, apakah benar pandangan mereka terhadap Jokowi itu sesuai fakta, atau justru tidak berdasar ? Tetapi sebelum menjawabnya, mari sejenak kita arahkan pandangan pada situasi masyarakat di tahun politik ini, barangkali dari sana dapat ditemukan fakta2 yang secara tidak langsung akan menjawab pertanyaan tadi secara objektif.

Memasuki awal tahun 2018 saya banyak menerima informasi melalui WA, tentang figur figur calon kepala daerah. Pesan dari sipengirim jelas, mengajak saya untuk menjatuhkan pilihan kepada kepala daerah dukungannya. Berbagai kelebihan dari figur calon dikemukakan, seperti pendidikan, prestasi, integritas, kapasitas, kapabilitas, ketokohan dan sebagainya. Pada intinya, mereka menunjukkan bahwa figur yang mereka dukung adalah orang hebat.

Bahwa sosok calon dikatakan simpatisannya adalah figur terbaik, sebetulnya tidak salah juga. Karena untuk menjadi calon kepala daerah itu tidak mudah, sejumlah persyaratan yang hampir tidak mungkin dipenuhi orang biasa telah mereka lalui. Jadi dapat dikatakan bahwa Pilkada itu adalah panggung pertarungan orang hebat dengan orang hebat.

Sampai disini, timbul pertanyaan dihati, bagaimana mungkin orang yang pernah dua kali jadi calon Walikota dan terpilih, dikatakan tidak memiliki kemampuan apa2. Dan bagaimana pula, orang lemah dan bodoh bisa menjadi calon Gubernur dan juga terpilih. Kalau karirnya hanya sebatas jadi Gubernur DKI, mungkin otak dikepala ini masih tetap beku. Tapi otak seketika mencair disengat kenyataan, saat mantan Walikota Solo dan Gubernur DKI terpilih itu menang dalam kontestasi pemilihan president di tahun 2014.

Apa yang telah dilalui dan dicapai Jokowi sampai sejauh ini, adalah sesuatu yang hampir sulit untuk disamai oleh tokoh2 politik manapun di Republik ini. Jika kelak dimasa depan ada juga yang menyamakannya, dapat kita pastikan bahwa orang tersebut adalah sosok istimewa dengan tingkat kecerdasan diatas rata2. Akan tetapi, kalaupun masih ada orang yang tetap beranggapan bahwa President RI ke 7 itu adalah sosok biasa saja atau bahkan bego sekalipun, hal tersebut dapat dipahami karena menghilangkan sikap apriori tidaklah mudah. Sementara disisi lain, penampilan Jokowidodo sendiri memang tidak umum, jika kita bandingkan dengan kebanyakan orang2 yang memiliki sejumlah kelebihan.

Fenomena Mr. Jokowidodo dalam politik, setidaknya menunjukkan 1 hal kepada kita; Orang cerdas dan terlihat kecerdasannya itu tidak aneh, orang bodoh terlihat bodoh sangat wajar, yang bodoh terkesan pintar banyak. Yang langka adalah orang cerdas terlihat biasa bahkan banyak yang berpikir kebalikkannya.



F a r h an (fhn)

Pengamat Politikus Pandir



;


Tidak ada komentar:

Posting Komentar